Tuesday, December 13, 2016

Qaulan sadiidaa untuk anak kita

Remaja,adakah kata itu dalam peristilahan agama kita?Ternyata jawabmya tidak.Kita selama ini menggunakan istilah"remaja"untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia.Disana terjadi guncangan,pencarian jati diri,dan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa.Terhadap masa-masa itu,orang memberi permakluman atas berbagai perilaku sang remaja.Kata kita,"wajarlah masih remaja!"
Jika tak terkait taklik agama,mungkin permakluman itu tak jadi perkara.Masalahnya,bukankah aqil dan baligh menandai batas sempurna antara seorang anak yang belum ditulis amal dosanya dengan orang dewasa yang punya tanggung jawab terhadap perintah dan larangan,juga wajib,mubah,dan haram?Batas itu tak memberi waktu peralihan,apalagi berlama-lama dengan manisnya istilah remaja.Begitu penanda baligh muncul,maka ia bertanggung jawab penuh atas segala perbuatannya,amal shalihnya berpahala,amal salahnya berdosa.
Ismail,adalah sebuah gambaran bagi kita tentang sosok generasi pelanjut yang berbakti,shalih,taat kepada Allah dan memenuhi tanggung jawab penuh sebagai seorang yang dewasa sejak balighnya.Masa remaja dalam artian terguncang,mencoba ini itu mencari jati diri,dan masa peralihan yang perlu banyak permakluman tak pernah dialaminya.Ia teguh,kokoh,dan terbentuk karakternya sejak mula.Mengapa?Agaknya Allah telah bukakan rahasia itu dalam firmanNya:"Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan teturunan dibelakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri.Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan qaulan saddidda (perkataan yang lurus/benar).(An Nisaa:9)
Ya,salah satu pinta yang sering di ulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq.Dan lisan shidiq itulah yang agaknya ia pergunakan juga untuk membesarkan putera-puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh,kokh jiwanya,mulia wataknya,dan mampu melakukan hal-hal besar bagi umat dan agama.
Nah,mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan di dengar oleh anak-anak kita.Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai qaulan sadiidda,kata-kata yang lurus benar,sebagaimana di amanatkan oleh ayat ke sembilan Surat An Nisaa?Ataukah selama ini dalam membesarkan mereka kita hanya berprinsip"asal tidak menangis".Padahal baik agama,ilmu jiwa,juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting.
Contoh pola asuh yang perlu kita tata ulang redaksionalnya.Misalnya ketika anak tidak mau ditinggal pergi ayah atau ibunya,padahal si orang tua harus menghadiri acara yang tidak memungkinkan untuk mengajak sang pytera.Jika kitalah sang orang tua,apa yang kita lakukan untuk membuat rencana keberangkatan kita berhasil tanpa menyakiti dan mengecewakan buah hati kita?
Kebanyakkan kita terjebak prinsip"asal tidak menangis".Kita menyangka tidak menangis berarti buah hati kita"tidak apa-apa","tidak keberatan",nanti juga lupa".Betulkah demikian?Agar anak tak menangis saat ditinggal pergi,biasanya anak diselimur,dilenabuaikan oleh pembantu,nenek,atau bibinya dengan diajak melihat,umpamanya"yuk,kita llihat ayam yuk,tu ayamnya lagi mau makan tu!"
Ya,anak pun tertarik,ikut menonton sang ayam.Lalu kita diam-siam pergi meninggalkannya.
Sikecil memang tidak menangis.Dia diam seolah suka-suka saja.Tapi didalam jiwanya,ia telah menyimpan sebuah pelajaran,"ooh..aku ditipu,dikhianati.aku ingin ikut ibu malah disuruh liat ayam,agar bisa ditinggal pergi diam-diam.Kalau begitu,menipu,mengkhianati itu tidak apa-apa.Nanti kalau sudah besar aku yang akan melakukannya.Betapa,meskipun dia menangis,alangkah lebih baiknya kita berpamitan baik-baik padanya.Kita bisa mencium keningnya penuh kasih,mendoakan keberkahan ditelinganya,dan berjanji segera pulang setelah urusan selesai insya Allah.Meski menangis,anak kita akan belajar bahwa kita pamit baik-baik,mendoakannya,tetap menyayanginya,dan akan segera pulang untuknya.Meski menangis,dia telah mendengar qaulan sadidda,dan kelak semoga ini menjadi pilar kekokohan ahklaknya.
Diwaktu lain anak yang kita sayangi terjatuh.Apa yang kita katakan padanya saat jatuh?Ada beberapa alternatif.Kita bisa mengatakan,"tuh kan,sudah dibilangi jangan lari-lari!jatuh benerkan?!"Apa manfaatnya?Membuat kita sebagai orang tua merasa tercuci tangan dari salah dan alpa.Lalu sang anak akan tumbuh sebagai pribadi selalu menyalahkan dirinya sepanjang hidupnya.
Atau bisa saja kita katakan,"Aduh,batunya nakal yah!iih,batunya jahat deh,bikin adik jatuh ya,sayang?"dan bisa saja anak kita kelak tumbuh sebagai orang yang pandai menyusun alasan kegagalan dengan mempersalahkan pihak lain.Saat kita tanya mengapa nilai matematikmu cuma 6,mas?"dia tangkas menjawab,"habis gurunya killer sih,ma.lagian,kalau ngajar gak jelas gtu."
Atau bisa saja kita katakan,"sini,sayang!nggak apa-apa!nggak sakit kok!duh,anak mama nggak usah nangis!nggak apa-apa!tu,cuma kayak gtu,nggak sakit kan?"sebenarnya maksudnya mungkin bagus agar anak jadi tangguh,tidak cengeng.Tapi sadarkah bahwa bisa saja anak kita sebenarnya merasakan sakit yang luar biasa?dan kata-kata kita,telah membuatnya mengambil pelajaran;jika melihat penderitaan,katakan saja"ah,cuma kayak gtu!belum seberapa!nggak apa-apa!"
Celakanya,bagaimana jika kallimat ini kelak dia arahkan pada kita,orang tuanya,disaat umur kita sudah uzur dan kita sakit-sakitan?"Nggak apa-apa bu,cuma kayak gtu.jangan nangis ah,sudah tua,malu kan?"Akankah kita"kutuk"dia sebagai anak durhaka,padahal dia hanya meneladani kita yang dulu mendurhakainya saat kecil?
Ya Allah,karuniakan pada kami lisan yang shidiq,seperti lisan Ibrahim.Karuniakan pada kami anak-anak shalih yang kokoh imannya dan mulia akhlaqnya,seperti ismail.Meski kami jauh dari mereka,tapi izinkan kami belajar untuk mengucap qaulan sadiidda,huruf demi huruf,kata demi kata,amin
Sumber:bingung


No comments:

Post a Comment

Contact Form

Name

Email *

Message *